Calm Down and Be Classy, Girl! ☺

Rabu, 05 September 2012

KITA


Genggaman ini erat terasa
Dingin teman kita
Bulan teman kita
Bintang teman kita
Jalanan saksi kita
Saat ini, entah sampai kapan
Kita hanya dua orang pendosa yang bahagia tapi tak tahu arahnya kemana
Seperti bersembunyi dibalik tatapan juta mata menantang
Kita hanya bisa melihat dan menjawab ini bahagia kita
Seperti melandaskan kata nanti dalam sejuta rasa penasaran
Kita tetap percaya dan tertawa saat batu melempar dengan tegasnya
Berjalan menyusuri garis panjang yang seakan tak ada titiknya
Saat itupun kau tanya kata apa yang paling aku suka
Entah aku menjawab apa
“Kita” katamu singkat

Kita
Saat kata sayang nampak malu dan bersembunyi dibalik bibir
Saat semua dimulai entah darimana
Kita tertawa saat itu, gurauan sepele yang mungkin membuat kita menjerit panjang saat ini
Aku suka
Kamu suka
Kita

Kita
Banyak rahasia seperti enggan menampakkan jati dirinya
Awalnya, seperti angin menari hanya menggelitik
Tak banyak kata, tak banyak rasa
Tapi disinilah kita memulai cerita

Kita
Desakan itu mulai muncul
Seperti roda yang memulai pergerakan panjangnya
Saat dimana tawa dan air mata mulai datang bergantian
Kita kesal
Kita cemburu

Kita
Bersandiwara dibalik seribu tanya
Seperti bangkai yang akhirnya menjerit paksa
Kita bercerita
Di balik dekapan hangat di dalam tatapannya kita mulai mengerti
Bukan kemarin, tapi saat ini
Sesak tapi kita bertahan

Kita
Mulai terjatuh dalam teriakan panjang
Seperti muak yang mendesak menantang badai
Kita berteriak
Semua mata melihat
Kita hanya dua sosok manusia yang menginginkan jala
Tapi seperti tak mampu untuk terbawa

Kita
Seperti angin menggelitik pada awalnya
Menjadi badai menerjang pada akhirnya
Kita berlari
Kita kembali
Saat berjuta kata berbagai hantaman begitu kerasnya datang
Kita berjalan dan tertawa seperti tak terjadi apa-apa

Kita
Berjalan di sekeliling tatapan sinis
Dan bingkai kaca kenangan yang seakan ingin menarik kembali
Mereka seakan berteriak dan bercerita
Banyak khilaf banyak tangisan banyak perbedaan
Seakan ditelanjangi tawa mereka
Kita hanya percaya entah pada apa dan entah karna apa
Mengikuti bisikan janji yang ternyata suara kita sendiri

Kita
Yang mengikuti alur cerita yang diskenariokan waktu
Sampai saat ini kita bercerita, kita belum menemukan akhirnya
Setiap berhenti di persimpangan jalan
Satu bisikan yang selalu kuingat
“masih jauh”
Saat teriknya panas mengigit kaki kita
Satu bisikanku yang inginku kau dengar
“bersabarlah”

Berjuta pasang mata menghakimi
Kita berbohong, kita tidak bahagia
Kata mereka
Saat itu aku sadar betapa dalam kata itu
Kita menjalani suatu jalanan panjang, bersama!
Kita tidak seperti cerita yang hanya menuntut bahagia
Kita bukan dua orang suci yang bercerita tentang kekekalan
Kita bukan mereka yang mengerti apa itu cinta
Kita hanya memulainya dengan tawa
Kita hanya dua pendosa yang seakan tidak peduli dengan adanya takdir
Kita hanya mengerti bagaimana bertahan pada perasaan
Kita, bukan hanya dua sosok dalam satu kata
Kita, mengukir cerita dibalik tatapan waktu
Kita, hanya berjalan sambil tertawa bersembunyi dibalik kata takdir
Kita, ini kita!

Kamis, 26 Juli 2012

PARAMORE



Band  yang berasal dari Franklin, Tennessee dan dibentuk sekitar tahun 2004 ini adalah salah satu Band favorit saya. Memiliki Genre musik Rock dan personil sebagai berikut:  Lead vocalist Hayley Williams, bassist Jeremy Davis, and guitarist Taylor York. Boleh dicoba :)


Free download Album All We Know Is Fallin, click this http://www.mediafire.com/?6eokylkm79xdj35
Free download Album Riot! click this http://www.filestube.com/r/riot+album+download+rapidshare
Free download Album Brand New Eyes, click this http://www.filestube.com/b/brand+new+eyes+album+download

Check This Guys!

U can check my Facebook Account at https://www.facebook.com/LiidiiaHaba# 
and My Twitter at https://twitter.com/LydiiaHaba
U can check my music taste at http://www.last.fm/user/LiidiiaHaba 
And let's be my Friend Guys :)

Rabu, 02 Mei 2012

Rahasia!: We are so busy Growing Up, we often forget they ar...

Rahasia!: We are so busy Growing Up, we often forget they ar...: Mereka yang dulunya aktif mengikuti langkah kita kemana saja ketika kita enggan makan, mencari kita ketika kita sedang bermain di ruma...

We are so busy Growing Up, we often forget they are also Growing Old




Mereka yang dulunya aktif mengikuti langkah kita ketika kita enggan makan, mencari kita ketika kita sedang bermain di rumah tetangga, menggendong kita ketika kita terjatuh dari sepeda, mencium dengan hangatnya ketika kita hendak terlelap, menyuapi kita setiap harinya, mencubit kita ketika kita melukai teman, sadarlah bahwa sekarang semua telah berbeda. Akankah mereka masih kuat untuk menggendong kita? Masihkah mampu mengejar langkah kita? Dan masih pantaskah kita dicubit karena tingkah nakal kita?
Ingin kembali ke masa itu, bukan hanya untuk merasakan kembali bagaimana kita dimanja setiap detiknya tapi lebih kepada kita ingin mengucapkan “Terima Kasih Ayah Ibu!” setiap kali kita digendong ketika kita jatuh, disuap saat kita lapar dan dimandikan setelah kita bermain bahkan ketika kita dicubit ketika kita nakal. Seperti menyesali setiap langkah kaki yang ada, tanpa rasa bersyukur dan terima kasih kepada 2 orang yang sangat berjasa ini. Keringat, uang, darah, bahkan separuh hidupnya mereka pertaruhkan untuk kita. Dimana hati nurani ini ketika mereka dengan sibuknya memikirkan masa depan kita tetapi kita mengabaikan langkah kaki mereka yang semakin hari semakin melambat, tubuh dan raga mereka yang semakin membungkuk dan seluruh kulitnya mulai keriput.
Tidak ada kata terlambat untuk mengucapkan terima kasih dan maaf untuk semua khilaf kita kepada mereka, bayangkanlah mereka yang sudah kehilangan waktunya. Sisakan sedikit waktumu untuk mengucapkan terima kasih dan selamat tidur kepada mereka ketika mereka hendak tidur dan selamat pagi ketika mereka bangun. Sepele mungkin, tapi lebih sepadan daripada harta yang kita banggakan tapi tak membahagiakan. Mereka hanya akan bahagia apabila kita masih menghormati dan menghargai mereka selayaknya seorang yang telah memberikan ‘hidup’ kepadamu. Bukan dengan seberapa banyaknya harta yang kamu miliki dan bukan dengan seberapa tingginya jabatan yang kamu duduki tetapi dengan sedikit saja waktumu untuk dengan tulus menemani dan berterima kasih di sisa hidup mereka yang singkat ini. 

Selasa, 01 Mei 2012

Story of My (damn) Life


Entah pagi entah malam entah siang entah sore, lebih tepatnya saya belum menanyakannya kepada ‘mereka’ yang ada pada saat itu kapan tepatnya saya lahir. Susah memang jika diceritakan kronologisnya, bukan cuma saya yang seperti itu ternyata kakak saya juga demikian. Tapi saya percaya tidak ada yang disembunyikan, dan yang jelas saya bukan anak pungut (jangan khawatir itu). Ini lebih tepatnya juga karena saya belum memiliki kemampuan otak yang bagus untuk mengingat (dan sepertinya anda juga), jadi mungkin yang dapat saya ceritakan nanti menurut ‘katanya’.
Lahir pada tanggal 12 Juli 1993 dengan kondisi badan yang menurut saya dan saya percaya sempurna (walau kadang lupa akan kata bersyukur). ‘Katanya’ saya dilahirkan di rumah saya di Maulafa Kupang-NTT. Tidak ada suster, dokter, obat-obat yang lengkap dan yang paling parah ‘katanya’ Ayah saya pun tidak ada pada waktu itu. Yahh, kurang penting juga semenit waktu berharga saya menikmati pertama kali melihat segala sesuatu berwarna, segala sesuatu berbeda dengan yang ada di perut ibu saya tanpa kehadirannya, yang terpenting belasan tahun saya hidup dan gila dia selalu mengakui bahwa saya salah satu dari anaknya. ‘Katanya’ pada waktu itu ibu saya sedang ‘ngambek’ kepada ayah saya, sehingga ketika diajak ke RS ia menolak. Sampai pada waktunya saya berontak (mungkin mau ‘pup’) dan ingin ‘keluar’ pun ibu saya menolak untuk dibawa ke RS. Alhasil dengan sedikit menyusahkan orang lain saya dilahirkan di kamar paling depan di rumah Oma saya (pada waktu itu kami belum memiliki rumah sendiri) dengan bantuan dari Oma Besa (RIP), kakak dari Oma saya.
Mungkin hal inilah yang saya percayai mempengahuhi pribadi dan sifat saya yang ‘anak rumahan’ (hhhmmm), ya percaya tidak percaya mungkin lebih banyak yang tidak percaya tapi memang ketika saya SMP dan pertengahan SMA saya hampir jarang sekali keluar rumah dan lebih tepatnya keluar dari kamar (pada siang hari) hahaha… Kebiasaan saya untuk menikmati dan menyusuri jalanan pada malam hari mungkin baru terasa ketika saya beranjak SMA (jarang) dan pada saat sekarang (sangat sering). Dan sifat saya yang keras kepala seperti ibu saya ketika dipaksa ke RS, dan sangat menyusahkan orang lain seperti hasilnya ketika saya harus dilahirkan di rumah tanpa peralatan yang lengkap. Yang nampak memang dan lebih mencolok dari saya adalah hal yang ‘negatif’ sampai sekarang pun (apalagi) saya merasakan hal ini enggan sekali menjauh dari saya. Yes, so hard to change the judge!
Menyusui, mengisap jari, merangkak, tidur seranjang dengan ayah dan ibu, pipis di celana, pup di celana, digendong, dimanja, dicium setiap harinya dan kepolosan sedang ‘berjaya’ benar-benar masa yang paling indah dan kalau dikasih ingin sekali kembali ke masa itu. Dimana setiap orang disekeliling saya menyayangi dengan hangatnya dan segala sesuatu yang diingat adalah tingkah polos dan lucu saya layaknya bayi pada umumnya. Ketika yang lain mengatakan “hey, sudah lihat bayinya ibu dan bapak Haba belum?” seorang yang lain dapat menjawab “Ooya, lucu sekali anaknya!” bukan “Oh really? That bitch?!”. TIDAK! yang diingat adalah tingkah lucu yang ada pada umumnya dan mungkin sedikit karakteristik dari saya keriting dan (sedikit) pesek. Bukan pada saat saya sudah mulai berjalan, naik sepeda menabrak pagar tetangga, memanjat pohon, terkadang menyakiti teman-teman saya yang lain, dan ketika ditanya nama saya sudah mampu menjawab “Ya, nama saya Lydia” bukan lagi anak dari bapak dan ibu Haba. Dari sinilah hidup mulai diukir dan diwarnai sendiri. Sehingga ‘the judging’ started to happen. Tidak ada yang perlu disalahkan, bayi dilahirkan memang dengan pola asuh yang berbeda sehingga ketika seseorang tumbuh dewasa dan menjadi seperti ‘bitchy’ yang kerap disalahkan adalah orang tuanya, tapi kembali lagi apakah yang menjalani dan menentukan langkah kita adalah mereka? bukannya kita sendiri? bukankah kita sering menipu dan tidak meruti perintah orang tua demi mengikuti keinginan dan harapan kita sendiri? inilah yang membedakan.
But, Isn’t life like a paper? when we born that is so clean and we couldn’t to paint it! Dan sampai saatnya kita mampu mewarnainya  sendiri dan mengotorinya sendiri, bukannya itu adalah prosesnya? Jika salah ada penghapus untuk menghapusnya tapi bercak hitam dan warna sebelumnya tetap  masih akan membekas. Tergantung kepandaian kita untuk menutupinya dan membuatnya lebih indah. This is the real life! I wouldn’t to be regret, life is full of shit but it still must go on. This is process and I’m so love every spell time in my life. 

Menurut Anda: